Pohon
kakao, merupakan salah satu komoditas perkebunan yang memiliki nilai
ekonomi yang tinggi. Bayangkan saja, kakao yang merupakan bahan baku
cokelat yang bisa dipanen setiap hari. Ya, Kakao berbuah sepanjang tahun
tanpa mengenal musim. Dalam budidaya kakao tak perlu menunggu waktu
lama untuk memanen buah cokelat dari pohonnya, proses pemanennya pun
bisa dilakukan tiap hari jika sudah ada kakao yang tua atau siap panen.
“Cokelat saat ini sudah hampir menjadi kebutuhan banyak orang. Setiap
makanan dan minuman yang kita santap sehari-hari, sedikit banyak
mengandung cokelat. Tak hanya makanan dan minuman, cokelat juga mulai
merambah dunia farmasi dan kosmetik atau kecantikan. Karena inilah saya
yakin prospek budidaya kakao ke depan bisa dibilang sangat cerah.” Ujar
Wijianto, salah seorang petani kakao asal Desa Segulung, Dagangan Madiun
kepada wartawirausaha.com. Kakao atau dalam nama latin Theobroma Cacao L,
merupakan salah satu tumbuhan yang cocok dengan kultur tanah serta
iklim yang ada di Indonesia. Karena inilah, budidaya kakao di berbagai
daerah di Indonesia, termasuk wilayah Dagangan, tepatnya di kaki bukit
pegunungan Wilis, mampu menjadi produk unggulan wirausaha agrobisnis
masyarakat.
“Masyarakat di Segulung, biasanya memperdayakan tanah-tanah kebun yang berbukit-bukit, dengan menanami tanaman kakao serta cengkeh. Biasanya mereka menanam secara tumpang sari, menginggat lahan kurang bagus untuk tanaman padi. Uniknya, jika cengkeh hanya bisa dipanen sekali dalam setahun, atau bisa dinikmati hasilnya setelah satu tahun, maka pohon kakao ini bisa dipetik hampir tiap hari, jika pohon sudah mencapai umur 3 tahun ke atas.” Ungkap pria yang memiliki 1 hektar kebun budidaya kakao dan cengkeh ini.
Pohon kakao sangat bagus, jika dikembangkan bersamaan pohon tegakan
atau pelindung. Menurut Wijiyanto, masyarakat desa Segulung biasanya
membudidayakan kakao bersama pohon cengkeh. Pohon cengkeh yang tinggi
dan besar, menjadi salah satu pohon tegakan yang ideal. Selain cengkeh,
pohon naungan yang bisa digunakan antara lain pohon lamtoro, gleresidae,
serta albasia. Wijianto menambahkan, pohon kakao sangat ideal
dikembangkan di daerah perbukitan, dimana itensitas cahaya mataharinya
tidak terlalau banyak. Jika matahari terlalu banyak, tanaman kakao akan
mengecil, daun menyempit, sehingga tanaman relatif mengkerdil.
Bapak Wijianto, seorang petani kakao asal Desa Segulung, Madiun |
“Untuk memulai proses penanaman sebetulnya tidak sulit, pertama-tama
yang perlu kita lakukan adalah membuat membersihkan alang-alang dan
gulma. Setelah kebun bersih, baru membuat lubang dengan ukuran 60 x 60 x
60 cm untuk benih pohon kakao. Lubang ini kemudian ditimbun pupuk
kompos dan kotoran sapi, lalu dibiarkan beberapa hari.” tambahnya.
Jika sudah, benih kakao yang sudah memiliki tinggi 1 – 1,5 meter dimasukkan ke dalam lubang. Agar, benih kakao tidak dirusak hewan liar, sebaiknya disekeliling lubang diberi pagar bamboo. Setelah selesai, tinggal perawatan dan pemupukan.
“Pemupukan dilakukan setelah umur pohon kakao 6 bulan. Pupuk yang biasa saya gunakan adalah organic dan juga urea. Pada usia 8 – 12 bulan, dilakukan pemangkasan cabang pohon kakao yang lemah. Pada umur 18 – 24 dilakukan kembali pemangkasan, dengan membuang tunas yang tidak diinginkan. Secara berkala dilakukan pembuangan cabang yang melintang serta rating yang menyebabkan tanaman terlalu rimbun dibuang. Pemangkasan dilakukan juga untuk mengurangi kelebatan daun pada tanaman kakao.” Ungkap Wijianto.
Jika sudah, benih kakao yang sudah memiliki tinggi 1 – 1,5 meter dimasukkan ke dalam lubang. Agar, benih kakao tidak dirusak hewan liar, sebaiknya disekeliling lubang diberi pagar bamboo. Setelah selesai, tinggal perawatan dan pemupukan.
“Pemupukan dilakukan setelah umur pohon kakao 6 bulan. Pupuk yang biasa saya gunakan adalah organic dan juga urea. Pada usia 8 – 12 bulan, dilakukan pemangkasan cabang pohon kakao yang lemah. Pada umur 18 – 24 dilakukan kembali pemangkasan, dengan membuang tunas yang tidak diinginkan. Secara berkala dilakukan pembuangan cabang yang melintang serta rating yang menyebabkan tanaman terlalu rimbun dibuang. Pemangkasan dilakukan juga untuk mengurangi kelebatan daun pada tanaman kakao.” Ungkap Wijianto.
Pada usia 3 tahun, biasanya pohon kakao sudah berbuah lebat dan mulai
bisa dipanen. Buah kakao yang bisa dipanen adalah buah yang sudah tua
dan sudah mengalami perubahan kulit buah. Wijianto menyarankan, begitu
buah sudah masak, bisa segera dipetik, karena jika terlalu masak kadar
gula dalam buah menurun sehingga dalam proses fermentasi kurang begitu
baik.
“Pohon kakao yang sudah berumur 3 tahun, biasanya akan berbuah terus
menerus tanpa mengenal musim. Biasanya, kalau kami panen, kami kumpulkan
dulu buah kakao ke tempat khusus. Lalu buah tersebut kita pisahkan atau
kelompokkan sesuai dengan kelas kematangannya. Setelah itu, buah kakao
di pecah dengan menggunakan balok kayu.” Ujar pria yang juga menjadi
perangkat desa tersebut. Menurut Wijianto, dari pohon kakao, yang
diambil hanyalah biji buah kakao saja. Biji tersebut, setelah diambil
dari buah kemudian di peram atau difermentasi selama kurang lebih satu
minggu. Wijianto menjelaskan, proses fermentasi hanyalah memasukkan biji
buah kakao ke dalam kotak kayu tebal yang dilapisi oleh alumunium dan
dibawahnya diberi lubang kecil untuk pembuangan lendir.
“Sebenarnya selain biji, dulu pernah ada sosialisasi pembuatan Nata de kakao
dari lendir biji kakao dan pembuatan pakan untuk hewan peliharaan
seperti kambing dan sapi dari kulit kakao yang kebanyakan dibuang.
Namun, semua kurang maksimal, karena pemerintah sendiri kurang begitu
serius dan konsisten dalam memberdayakan masyarakat petani kakao.”
Ungkap Wijianto.
Untuk pemasaran biji-biji kakao yang sudah kering menurut Wijianto
tidak ada kendala yang berarti. Bahkan, Wijianto yakin jika masa depan
kakao atau cokelat ini sangat cerah jika dibanding cengkeh. Jika suatu
saat cengkeh akan berkurang seiring pemerintah yang akan mengurangi
kuota rokok, maka kakao justru akan naik, karena komoditas ini sangat
penting.
“Harga biji kakao kering ke pengepul saat ini antara 20 – 25 ribu
perkilogramnya. Saat ini sudah banyak pengepul yang datang untuk
mengambil biji kakao kering dari petani. Bahkan, beberapa pengepul sudah
berani memberikan uang sebagai panjer, meskipun barang atau biji kakao
belum ada.” Ujarnya.
“Saat ini petani kerap mendapat serangan hama yang dibawa oleh lalat
buah. Serbuan lalat buah ini membuat buah kakao tidak bisa dipanen
secara maksimal, karena biji dalam buah kakao kerap rusak dan banyak
ditemukan belatung kecil. Berbagai cara sudah kami lakukan untuk
menanggulangi ancaman hama ini, namun kami masih belum bisa menemukan
cara yang tepat. Karena inilah kami berharap mendapat support dan
bimbingan pemerintah agar Segulung bisa tetap menjadi wilayah penghasil
kakao terbaik.” Ucap Wijianto.
Jika dulu Wijianto mampu memanen biji kakao sebanyak 20 kg perhari,
kini jauh berbeda, karena untuk pemanenan setiap seminggu sekali hasil
yang didapat juga jauh berbeda dengan apa yang didapat beberapa tahun
dulu. “Untuk mengantispasi ini, kami meremajakan semua pohon kakao yang
sudah terserang lalat buah. Selain itu pohon kakao yang sudah berumur 20
tahun juga kami remajakan, agar produktivitas buahnya kembali normal.
Selain itu, kami juga rutin memberikan semprotan untuk menjaga pohon
agar terhindar dari serangan lalat buah.” Tutupnya.
http://www.wartawirausaha.com/2014/08/budidaya-kakao-bahan-baku-cokelat-yang-bisa-dipanen-setiap-hari/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar